Sudah beberapa bulan ini, rumah yang tadinya bagaikan surga
seakan berubah menakutkan bagi Dyah. Sosoknya yang tegas dan apa adanya
sedang terbelit masalah yang tak pernah muncul ke permukaan di antara
dia dan suaminya Koko.
Suasana begitu mencekam. Suaminya yang tadinya lembut dan sabar; pandai diajak bicara dan bijaksana…berubah menjadi sosok yang menakutkan bagi Dyah. Malam menjadi terlalu panjang dan siang begitu cepat baginya untuk kembali ke rumah dan bertemua Koko lagi. Suaminya begitu sensitif dan pemarah; menyebalkan dan sangat tidak bijaksana. Seolah ingin menunjukan kuasa dan otoritas; Koko bahkan tidak pernah lagi meminta pendapat Dyah sebagai istri dalam memutuskan segala sesuatu tentang dapur atau anak-anak mereka. Keluhan dari anak-anak seringkali menyayat hati Dyah ketika Koko memberikan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapan mereka. “Mamah selalu tahu yang kami suka, papah suka sotoy (*sok tahu)” begitu keluhan yang seringkali terlontar dari mulut kecil Sony, anak sulung Dyah dan Koko.
Dyah tak pernah tau hal apa yang menyebabkan suaminya menjadi seperti monster di rumah, terutama terhadapnya. Seharusnya kehadiran pasangan itu untuk menciptakan kenyamanan, ketenangan, kepuasan dan kebebasan menjadi diri sendiri; bukannya justru menciptakan ketakutan; sebagaimana yang dirasakan Dyah. Jika ingin diperlakukan sama dengan pimpinan di kantor, mungkin rumah seharusnya menjadi kantor dengan suami sebagai boss dan istri sebagai bawahan :))
Kisah singkat di atas menyajikan situasi yang terjadi dengan kebanyakan rumah tangga era modern ini. Rasanya komunikasi memang masih merupakan sesuatu yang “mahal”…karena komunikasi baru akan menjadi hangat hanya ketika disertai dengan sentuhan penuh kasih dan ketulusan. Jika tanpa itu maka hubungan apapun hanya akan berhenti pada transaksional belaka. Apakah model seperti itu yang sedang terbangun? Yuk, ngintip beberapa catatan berikut :
1. Bersyukur pada Tuhan
Sikap bersyukur menjadi fondasi terbangunya penerimaan di antara keduanya. Jika anda tidak pernah bersyukur, anda tentunya tidak akan pernah mampu menerima pasangan apa adanya. Karena pasangan anda bukanlah manusia sempurna :) Dengan bersyukur, anda akan mampu melihat pasangan anda sebagai dirinya apa adanya; yang harus anda lindungi dan kasihi sebagai titipan Ilahi; bukan sebagai saingan atau musuh yang harus selalu anda taklukan.
2. Be Positive
Hidup dan berpikir positif menjadi perisan anda ketika menghadapi ujian dalam rumah tangga. Anda akan terhindar dari memaki, membentak, melancarkan aksi tutup mulut yang berlebihan, mengasari dan berbagai respon negatif lainnya terhadap pasangan anda hanya ketika anda mampu menjalani hidup dan berpikir secara positif. Bangkitkan energi positif anda sehingga orang-orang di sekitar andapun dapat menjadi positif.
3. Say “I love you” every moment you can
Sederhana namun memiliki pengaruh yang besar. Tidak ada orang di dunia ini yang tidak ingin dicintai. Setiap kata kita adalah DOA. Ketika anda mengucapkan kata cinta dari lubuk hati anda yang paling dalam/tulus, anda sedang mendoakan pasangan anda dan hubungan cinta anda berdua. Di tengah tantangan perkotaan yang dihadapkan pada tingkat kesibukan dan mobilitas tinggi, anda harus mampu menghangatkan komunikasi yang jarang disertai dengan sentuhan (*komunikasi by skype, email, chatting, dll…), salah satunya dengan menjaga tradisi “I love you” karena “cinta” memberikan kehangatan. Jangan pelit mengucapkan “I love you”, jangan lelah dan meninggalkan kebiasaan baik ini karena anda tidak pernah tahu dampak besar apa yang menanti anda.
Tiga hal ini saja sudah cukup untuk membangun kepercayaan yang akan merekatkan hubungan anda dan untuk menghadapi rintangan ujian di tengah perjalanan biduk rumah tangga anda berdua. Selamat ribut rukun :)
Suasana begitu mencekam. Suaminya yang tadinya lembut dan sabar; pandai diajak bicara dan bijaksana…berubah menjadi sosok yang menakutkan bagi Dyah. Malam menjadi terlalu panjang dan siang begitu cepat baginya untuk kembali ke rumah dan bertemua Koko lagi. Suaminya begitu sensitif dan pemarah; menyebalkan dan sangat tidak bijaksana. Seolah ingin menunjukan kuasa dan otoritas; Koko bahkan tidak pernah lagi meminta pendapat Dyah sebagai istri dalam memutuskan segala sesuatu tentang dapur atau anak-anak mereka. Keluhan dari anak-anak seringkali menyayat hati Dyah ketika Koko memberikan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapan mereka. “Mamah selalu tahu yang kami suka, papah suka sotoy (*sok tahu)” begitu keluhan yang seringkali terlontar dari mulut kecil Sony, anak sulung Dyah dan Koko.
Dyah tak pernah tau hal apa yang menyebabkan suaminya menjadi seperti monster di rumah, terutama terhadapnya. Seharusnya kehadiran pasangan itu untuk menciptakan kenyamanan, ketenangan, kepuasan dan kebebasan menjadi diri sendiri; bukannya justru menciptakan ketakutan; sebagaimana yang dirasakan Dyah. Jika ingin diperlakukan sama dengan pimpinan di kantor, mungkin rumah seharusnya menjadi kantor dengan suami sebagai boss dan istri sebagai bawahan :))
Kisah singkat di atas menyajikan situasi yang terjadi dengan kebanyakan rumah tangga era modern ini. Rasanya komunikasi memang masih merupakan sesuatu yang “mahal”…karena komunikasi baru akan menjadi hangat hanya ketika disertai dengan sentuhan penuh kasih dan ketulusan. Jika tanpa itu maka hubungan apapun hanya akan berhenti pada transaksional belaka. Apakah model seperti itu yang sedang terbangun? Yuk, ngintip beberapa catatan berikut :
1. Bersyukur pada Tuhan
Sikap bersyukur menjadi fondasi terbangunya penerimaan di antara keduanya. Jika anda tidak pernah bersyukur, anda tentunya tidak akan pernah mampu menerima pasangan apa adanya. Karena pasangan anda bukanlah manusia sempurna :) Dengan bersyukur, anda akan mampu melihat pasangan anda sebagai dirinya apa adanya; yang harus anda lindungi dan kasihi sebagai titipan Ilahi; bukan sebagai saingan atau musuh yang harus selalu anda taklukan.
2. Be Positive
Hidup dan berpikir positif menjadi perisan anda ketika menghadapi ujian dalam rumah tangga. Anda akan terhindar dari memaki, membentak, melancarkan aksi tutup mulut yang berlebihan, mengasari dan berbagai respon negatif lainnya terhadap pasangan anda hanya ketika anda mampu menjalani hidup dan berpikir secara positif. Bangkitkan energi positif anda sehingga orang-orang di sekitar andapun dapat menjadi positif.
3. Say “I love you” every moment you can
Sederhana namun memiliki pengaruh yang besar. Tidak ada orang di dunia ini yang tidak ingin dicintai. Setiap kata kita adalah DOA. Ketika anda mengucapkan kata cinta dari lubuk hati anda yang paling dalam/tulus, anda sedang mendoakan pasangan anda dan hubungan cinta anda berdua. Di tengah tantangan perkotaan yang dihadapkan pada tingkat kesibukan dan mobilitas tinggi, anda harus mampu menghangatkan komunikasi yang jarang disertai dengan sentuhan (*komunikasi by skype, email, chatting, dll…), salah satunya dengan menjaga tradisi “I love you” karena “cinta” memberikan kehangatan. Jangan pelit mengucapkan “I love you”, jangan lelah dan meninggalkan kebiasaan baik ini karena anda tidak pernah tahu dampak besar apa yang menanti anda.
Tiga hal ini saja sudah cukup untuk membangun kepercayaan yang akan merekatkan hubungan anda dan untuk menghadapi rintangan ujian di tengah perjalanan biduk rumah tangga anda berdua. Selamat ribut rukun :)
No comments:
Post a Comment